Sebagai sesama programmer, saya mengerti betul betapa sulitnya membangun sebuah aplikasi yang dianggap baik. Kita akan menemui berbagai macam hambatan dan tantangan, rintangan dan gangguan sebelum akhirnya pekerjaan sukses dan digunakan orang.
OK, Di artikel-artikel saya sebelumnya, saya selalu menulis mengenai betapa pentingnya memiliki passion yang kuat di dunia programming agar bisa ‘survive’ di dunia per-IT-an. Yah… anggap saja, bahwa para pembaca disini sudah lulus ujian “passion”. So, mari kita lanjutkan.
Fakta menarik yang saya temukan di lapangan saat ini adalah begitu banyak aplikasi-aplikasi yang dijual murah, hanya dengan wizard bla.. bla.. bla, disulap sedemikian rupa, dan jadilah aplikasi. Dengan effort yang sedemikian dikitnya, dijuallah dengan harga murah. Programmer lain yang merasa membuat dari awal, mencak-mencak, marah-marah, kesal dan galau karena kompetitor dianggap merusak harga pasaran, dibuat seadanya dan membunuh pasar aplikasi milik dia.
Marilah kita berpikir dengan kepala dingin dan tidak berburuk sangka terlebih dahulu dengan mereka yang menawarkan aplikasi-aplikasi dengan harga murah karena semua ini terjadi hanya karena alasan prinsip ekonomi semata. Barang yang dibuat dengan mudah, bisa dijual dengan harga murah. Kalau bisa mudah, kenapa harus repot.
Tiap-tiap orang memang memiliki preferensi bisnis sendiri yang didasarkan pada pengalaman dan idealisme yang timbul dari membaca buku, pergaulan dalam komunitas, dan pengetahuan terhadap teknologi itu sendiri. Apakah orang-orang seperti ini perlu timpuk pake batu? ow, menurut saya sangat perlu tapi buat apa? dan apa untungnya buat kita.
Maka, satu-satunya strategi kita kita untuk dapat berkompetisi dengan para penjual ‘eceran’ ini adalah menjual aplikasi yang memberi NILAI TAMBAH. Apa itu Nilai Tambah? secara sederhana Nilai Tambah yang saya maksud adalah memberi tambahan-tambahan fitur yang tidak dimiliki oleh kompetitor. Mungkin ada tawaran aplikasi Company Profile, harga mungkin sama ataupun kita sedikit lebih mahal, itu sebetulnya tidak begitu masalah karena kita menjual aplikasi dengan nilai tambah strategik.
Saya juga mengerti bahwa calon konsumen juga memiliki preferensi, pengetahuan dan keinginan yang berbeda-beda. Itulah sebabnya menjual aplikasi itu merupakan sebuah seni marketing yang harus juga kita kuasai. Kenali calon customer dengan menyerap sebanyak mungkin informasi mengenai diri customer. Mulai dari gaya berbicara, kebutuhan yang ingin dipenuhi hingga harapan-harapan dengan aplikasi kita. Apapun informasi itu, dapat digunakan untuk memberi “Nilai Tambah” dari aplikasi kita.
Fitur yang lebih banyak dari kompetitor khan tidak harus dijual terlalu mahal jika memang kita tau bahwa calon customer ini punya potensi untuk membeli lagi di lain waktu. Anggap saja kita investasi sedikit, rugi secara nilai, tapi kelak di kemudian hari kita akan menikmati hasil tanpa kerja terlalu keras.
Dunia IT itu 99,9 persen adalah bisnis jasa dan pelayanan. Mereka yang memberi layanan yang lebih baik, aplikasi yang memiliki nilai tambah akan selalu survive dan berkelanjutan dibanding mereka yang lebih fokus menjual aplikasi dalam bentuk produk dan me-monetize-kan terlalu banyak sehingga membunuh calon-calon customer baru.
Berpikirlah selalu strategis, agar tetep survive di bisnis programming yang kita cintai ini. Sukses Selalu, Viva! Software Engineer…
membuat aplikasi ibarat membuat batik, batik tulis tentu lebih mahal dari batik cap, meski sama-sama batik. bisa juga seperti lukisan. Lukisan yang dibuat dengan tangan di atas kanvas, tentu lebih mahal harganya dari sebuah foto yang dicetak mengunakan printer atau mesin cetak lainnya.
sebagai programmer atau software developer (saya lebih suka istilah Seniman IT) tinggal bagaimana menaruh “ruh” dari setiap karya yang kita buat sehingga bukan hanya punya nilai jual tpai juga nilai guna dan tentunya nilai seni. Karna ada kalanya aplikasi punya nilai jual tapi kurang punya nilai guna (karena kebutuhan client itu berbeda-beda, jadi tidak selalu sama ataupun seragam). Begitu juga lukisan, indah atau tidaknya itu relatif.
Haha.. Boleh juga… Seniman yang kudu bisa jualan..
great article 😀