fbpx

Skill Acquisition HR dalam dunia IT

Selain menekuni dunia IT dan Software Engineering, saya selama 10 tahun terakhir ini banyak bergelut di dunia Human Resources Development (HRD) dimana semua pengetahuan yang saya dapatkan di dunia HRD ternyata sangat cocok untuk diterapkan dan digabungkan menjadi dua disiplin ilmu yang bisa saling menguatkan. Bagaimanapun juga orang-orang yang berkecimpung di dunia IT tetap membutuhkan pengetahuan dan cara-cara praktis untuk pengembangan kompentensi diri yang seluruh ilmunya ada di dunia HR.

Seperti yang kita pahami bersama bahwa disiplin ilmu IT adalah disiplin ilmu pengetahuan yang pergerakannya paling cepat dan dinamis diantara disiplin ilmu lainnya. Tehnik penguasaan skill di dunia IT memang agak sedikit berbeda dan cenderung agak sulit dibanding dengan disiplin ilmu lainnya diman skill IT yang mungkin sudah kita kuasai 3-5 tahun lalu, tiba-tiba saja menjadi mubazir karena adanya teknologi atau ilmu baru yang lebih baik. Oleh karena itu penting sekali bagi orang-orang yang berkutat di dunia IT memahami konsep-konsep dasar penguasaan ilmu (skill acquistion) IT agar tetep dapat mengantisipasi semua perubahan-perubahan teknologi di masa-masa yang akan datang.

Di dunia HR, saya mengamati perilaku orang dan bagaimana sebuah proses pengembangan diri dari seorang yang boleh dikata belum berpengalaman, belajar dan lalu mendapatkan pengalaman, kemudian menerapkan proses pembelajaran baru dan pengalaman baru hingga suatu titik dia ternyata sudah menjadi seorang eksekutif tinggi di perusahaan tersebut. Orang HR menyebutkan promosi jabatan.

Disinilah minat saya tumbuh karena dalam hati saya penasaran “Apa yang membuat seseorang itu dipromosi jabatannya setingkat demi setingkat akhirnya menjadi posisi tinggi di sebuah perusahaan? Apakah proses yang sama bisa dilakukan terhadap orang-orang yang berkecimpung di dunia IT dan Teknologi?” Oke, begini, saya juga paham bahwa dalam perusahaan, ada proses promosi dengan kondisi-kondisi tertentu misalnya ABS (Asal Bapak Senang), sikut-sikutan, politik kantor, cari muka, dsb. Saya tidak akan membahas hal ini. Buat saya, setiap orang yang sudah bekerja keras, profesional, dan pantang menyerah sudah sepantasnya mendapat posisi, pekerjaan dan jabatan yang sesuai dengan kemampuan, kompetensi dan pengalaman dia. Orang-orang dengan tipe ini adalah orang-orang yang berhasil mencapai kemampuan terbaik untuk menghasilkan apa yang terbaik dari dalam dirinya.

Ok, mari kita kembali ke topik. Menurut teori HR, secara umum (sekali lagi, ingat secara umum) seseorang itu mampu menguasai sebuah skill (skill acquisition) dalam kurun waktu 3-4 tahun. Begini, katakanlah seseorang dipercaya untuk menjadi Sekretaris Direktur untuk pertama kalinya. Maka satu tahun pertama, adalah tahun adaptasi ybs terhadap pekerjaan tersebut. Hasilnya sudah ada tapi belum maksimal, biasanya masih banyak membutuhkan petunjuk dari orang yang lebih senior dari profesi yang sama. Di tahun kedua, ybs sudah mulai bisa menguasai pekerjaannya dengan sedikit bantuan dan hasil yang makin baik dan cenderung lebih cepat. Maka di tahun ketiga, masih dengan pekerjaan yang sama, ybs sudah mencapai titik tertinggi dari penguasaan skill sekretarisnya. Tahun keempat biasanya seseorang akan mulai memasuki titik jenuh dari apa yang dia kerjakan dan cara satu-satunya untuk menghilangkan kejenuhan adalah belajar hal baru yang lebih besar dan lebih mengasah kemampuannya namun masih bagian dari pengembangan skill yang sudah dia kuasai. Dalam kasus sekretaris tadi, misalnya dia dipercaya untuk memanage pekerjaan seluruh sekretaris dari direksi-direksi. Meskipun masih urusan sekretaris tapi kali ini melibatkan banyak sekretaris lainnya.

Bagaimana dengan orang-orang yang berkecimpung di dunia IT? Ya sama juga, karena orang IT sama-sama manusia yang juga punya hasrat belajar kemudian mengimplementasikan ilmu dan bisa suatu titik merasa jenuh. Prosesnyapun sama, tahun pertama untuk beradaptasi dengan pekerjaannya, tahun kedua untuk proses tanpa supervisi, tahun ketiga mencapai puncak skillnya dan jenuh hingga perlu di-challenge dengan pekerjaan yang lebih besar, menantang kemampuan dan skill dan belajar ilmu yang lebih besar.

Baik, jika tadi saya bicara soal cycle (putaran) penguasaan skill, yang mendatangkan kejenuhan di suatu titik tertentu. Pertanyaannya, “Tantangan baru seperti apa yang bikin kita tidak jenuh dengan proses penguasaan skill (skill acquistion) tadi?”. Di dunia HR setidaknya memiliki 6 level (bahkan lebih) cakupan pekerjaan berdasarkan skill dan tanggung jawab pekerjaan. Makin tinggi levelnya, maka makin luas cakupan pekerjaan, tanggung jawabnya, serta skill dan pengalaman yang harus makin tinggi dan terasah. Apa saja itu? Ini. Pelaksana, Staff, Supervisory, Managerial, General Manager, Direksi, Komisaris.

Di level Pelaksana, ini adalah pekerjaan-pekerjaan berulang, tidak perlu analisa tajam karena bekerja berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) namun butuh banyak pengawasan seperti Office Boy, Messanger, Driver, Security.

Di level Staff, ini adalah pekerjaan-pekerjaan administratif namun perlu proses pembelajaran dan skill acquistion seperti yang saya sudah jelaskan di atas. Tenaga kerja Fresh Graduate yang banyak masuk di level ini.

Saya tidak akan menjelaskan lebih panjang soal Supervisory, Managerial, General Manager, dst karena saya tidak mau tulisan ini akan membahas hal yang terlalu lebar. Intinya adalah setiap level ini membutuhkan penguasaan skill (skill acquisition) yang berbeda. Seseorang yang sudah menjadi menguasai skill Staff belum tentu bisa langsung menguasai skill Supervisory. Kenapa? Karena di level Staff kita bekerja berurusan dengan alat kerja. Misalnya komputer, laptop, ATK, dan produk yang kita jual. Sedangkan di level supervisory membutuhkan skill acquisition yang baru dan berbeda karena di level ini anda akan berhadapan tidak lagi hanya dengan alat kerja tapi manusia dan bawahan anda. Tentu saja mengurusi komputer dan laptop sangat berbeda dengan mengurusi manusia.

Sebut saja anda menjadi senior programmer dan membawahi beberapa junior programmer. Tentu saja, skill yang sudah anda miliki di level Staff tidak lagi cukup ketika anda sudah ada di level supervisory karena sekarang anda harus belajar bagaimana cara mengatur junior-junior programmer yang ada di bawah anda.

Dari sinilah anda perlu belajar SKILL ACQUISITION yang saya buat menjadi judul tulisan ini. Setiap level membutuhkan skill yang berbeda, setiap level membutuhkan tanggung jawab yang makin luas dan setiap level memiliki proses pembelajaran dan skill acquisition yang berbeda. Maka jangan heran jika ada orang yang dalam kurun waktu tertentu berhasil mencapai posisi terbaik mereka dalam perusahaan karena mereka mampu beradaptasi dengan cepat di level skill dimana mereka dituntut untuk mengerjakannya.

Mari kembali ke dunia IT. Jika sekarang anda adalah seorang programmer, berapa waktu yang dibutuhkan untuk menguasai sebuah skill programming? Skill Programming itu luas, maka saja skill yang mau kita kuasai? Sejujurnya saya juga tidak bisa menjawab pertanyaan ini secara umum, karena setiap programmer punya preferensi pekerjaan dan minat yang berbeda-beda. Pada intinya, saya hanya mau tekankan bahwa mestinya seorang yang terjun ke dunia programming hanya butuh 3 tahun untuk bisa menguasai basic programming. Lalu 3 tahun kemudian mestinya dia sudah ada di level supervisory/intermediate, dan 3 tahun berikutnya mestinya sudah ada di level Managerial. 3 tahun kemudian mungkin sudah menjadi General Manager dan 3 tahun berikutnya sudah menjadi eksekutif muda /CEO dalam perusahaan. Sekali lagi ini bukan patokan pasti, melainkan hanya patokan standard bahwa seseorang itu hanya butuh proses pembelajaran yang singkat untuk terus meningkat dan meningkat dan mencapai hasil terbaik dari dalam dirinya sendiri.

Jangan pernah puas dengan level skill yang sudah anda miliki sekarang, karena proses belajar akan terus berulang dan makin besar dan makin menantang. Jika anda berhenti dan malas maka akan ada orang lain yang akan berinisiatif untuk maju selangkah lebih maju dari anda.

Udah segitu aja, capek nulisnya..hehee.

BERSAMA BERKARYA BERJAYA

18 thoughts on “Skill Acquisition HR dalam dunia IT

  1. Sebelumnya terima kasih sekali ini pak sudah berbagi Skill Acquisition yang tadinya belum tahu, eh sekarang jadi makin tahu. Emang bener ya, kalo kita belajar terus, keliatan banget kalo kita ini bodoh. Makanya kurang-kurangin tuh yg namanya sombong. Oia pak mau nanya nih, apakah ada tips biar terus semangat dalam menggali ilmu dunia IT. Karena seperti yg di bilang tadi di atas bahwa ilmu IT ini sangat pesat, luas banget, kemudian juga dalam kurun waktu yang singkat juga bakal banyak perubahan, mubaziirr. Jadi, khususnya utk penggiat ilmu it apakah ada tips semangat yg paling jitu biar tidak cemas dalam belajar ilmu IT. Terima kasih 🙂

  2. Kenyataan industri IT terutama di software development tidak bisa diserahkan pada orang yang berpengalaman kurang dari 3 tahun. Profesional IT baru bisa dikatakan ahli/expert bila telah berpengalaman paling tidak antara 5 sampai 10 tahun. Apa jadinya industri IT bila kita tidak mempunyai tenaga ahli. Bila dianalogikan di industri pesawat terbang, tidak mungkin akan ada pesawat terbang bila para insinyur-nya tidak mau lagi membuat pesawat.

    Pola jenjang karir inilah yang membuat anggapan bahwa programmer adalah pegawai rendahan, sehingga para programer tidak mau berlama-lama jadi programer. Bila semua programer bercita-cita menjadi manajer atau lebih maka tetap saja kepemimpinannya akan gagal karena tidak memiliki tim ahli.

    Pola pikir bahwa programer itu resources dan mudah mencari gantinya juga tidak tepat. Ketika programer meninggalkan anda, maka anda seperti kehilangan sebagian nyawa anda, karena semua pengetahuan orang itu juga ikut keluar. Mengganti programer juga tidak serta merta mengembalikan produktivitas tim. Pengganti membutuhkan waktu paling tidak 3 bulan untuk memahami arsitektur yang ada, itupun bila dia berkualitas.

    Itulah sebabnya dewasa ini terutama di dunia Agile development jenjang karir di industri software development semakin ditiadakan dimana tidak ada titel selain software developer walaupun secara fungsional mereka ada lebih focus kepada arsitektur, bisnis analisis, tester, programer, ui, ux, dsb. Kemudian bagi M-level yang berlatar belakang programer dia bukan lagi hanya sebagai manager tapi juga sebagai facilitator, servant-leader dan guru dimana dia berindak sebagai “pelayan” untuk para programer.

    Manager IT moderen ini tidak lagi melakukan command and control karena bisa jadi pengetahuan IT-nya sekarang dibawah para anak-buahnya. Bagaimana mungkin manajer melakukan command and control kepada orang yang lebih berpengetahuan daripada dia? Manager IT moderen akan membiarkan para programer untuk melakukan self-organizing dan berusaha untuk tidak mengganggu apalagi menghambat kreativitas para programer dengan melakukan micro-management.

    Lalu apakah para programer tidak boleh menjadi CEO? Boleh, tapi tidak semua programer mampu karena itu harus ditempuh dengan jalur, kesempatan, dan pendidikan yang berbeda.

  3. Reblogged this on JONA MONINGKA and commented:
    Makin tinggi levelnya makin banyak juga yang harus dipelajari, dan saya suka sekali paragraf terakhirnya, “Jangan pernah puas dengan level skill yang sudah anda miliki sekarang, karena proses belajar akan terus berulang dan makin besar dan makin menantang. Jika anda berhenti dan malas maka akan ada orang lain yang akan berinisiatif untuk maju selangkah lebih maju dari anda.”
    Perbedaan orang sukses dan tidak menurut saya hanya pada kemampuan mereka dalam mempelajari suatu hal yang baru setiap hari.
    So… Jangan pernah berhenti belajar, setinggi apapun posisi kalian saat ini!

    • Yo’i gan, klo sya suka kata yang paling akhir….
      “Jika anda berhenti dan malas maka akan ada orang lain yang akan berinisiatif untuk maju selangkah lebih maju dari anda”…
      karena saat ini sya yg msh belajar java dan php berpikir, apakah dengan belajar ini akan membuat sya berhasil, sepertinya tidak….
      namun, karena tulisan tsb, cara berpikir sya menjadi berubah,”ywdh pelajari dulu sja, drpd tidak melakukan apa2″….
      memang terkadang motivasi dari orang lain itu perlu, untuk mengatasi berbagai hambatan….

  4. Saya baru lulus pendidikan sarjana, tapi mulai concern untuk menjadi programmer setahun sebelum lulus. Enam bulan setelah lulus (sekarang) saya masih berkutat mempelajari basic skill programming, memahami framework, dan mencari best practice coding, dan saya merasa kecil hati dan minder ketika melihat rekan-rekan sejawat telah ‘menaiki anak tangga’ jauh di atas saya.

    Tentu rintangan yang saya alami, selain proses pemahaman yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, tidak terlepas dari sifat manusia yg punya banyak kekurangan seperti procast, malas, dan lain sebagainya, namun tekad yg saya miliki masih sama, menjadi ahli di bidang ini. Tulisan yang telah dibuat oleh Bapak tentu membuat pencerahan bagi saya bahwa proses itu nyata adanya dan keberhasilan is just a matter of time (walaupun saya yakin banyak orang2 yg telah menjadi ahli dalam waktu kurang dari dua tahun).

    Mungkin, saya merasa geer ketika membaca bahwa skill acquisition cycle yang Pak Peter tulis berada dalam durasi tiga tahun (berarti dua tahun aja belum saya lewati, masih ada waktu), tetapi saya sadar jika kecepatan dari proses dan pemahaman yg saya usahakan tidak bertambah cepat, maka durasi cycle nya akan semakin bertambah, yg berdampak kepada ketertinggalan yang semakin mendalam.

    Jika memang yang Pak Peter tekankan seperti itu, maka saya akan berusaha untuk berlatih dengan lebih rajin lagi. Terima kasih atas tulisan yang membuat saya mendapatkan pencerahan dan penyadaran. Semoga kita bersama dapat berkarya dan berjaya 🙂

Leave a Comment